Saturday, September 29, 2012

Identifikasi Status dan Luas Lahan untuk Pengembangan Komoditas Pertanian di Kawasan Perbatasan Kabupaten Sintang

A. Pendahuluan
    Wilayah perbatasan merupakan suatu wilayah yang secara geografis berbatasan dengan negara lain baik batas berupa daratan maupun batas territorial berupa perairan atau laut. Daerah perbatasan termasuk dalam daerah strategis sekaligus daerah rawan, terutama terkait dengan keamanan dan pertahanan negara. Adapun nilai strategis wilayah perbatasan selain memiliki dampak penting bagi kedaulatan negara juga merupakan faktor pendorong bagi peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat, serta memiliki keterkaitan yang saling mempengaruhi dengan kegiatan yang dilaksanakan di wilayah lainnya yang berbatasan.
Pada umumnya permasalahan yang terjadi di daerah perbatasan adalah masalah di bidang pertahanan keamanan, kesejahteraan, dan pendidikan, diantaranya:
  1. Kawasan perbatasan sebagai daerah tertinggal
  2. Adanya kendala dalam hal geografis wilayah
  3. Perencanaan dan pelaksanaan yang tidak konsisiten
  4. Permasalahan kemiskinan
  5. Infrastruktur yang terbatas
  6. Lemahnya dalam penegakan hukum di daerah perbatasan
  7. Pemanfaatan sumber daya alam yang belum optimal.

     Berdasarkan permasalahan di daerah perbatasan maka perlu adanya perubahan pola pikir atau paradigma dalam hal cara pandang terhadap kawasan perbatasan dimana sebelumnya kawasan perbatasan yang dianggap sebagai bagian belakang dari negara, kini harus dipandang sebagai sebuah beranda depan atau pintu masuk Negara Kesatuan Republik Indonesia yang memiliki potensi sumber daya alam yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan perekonomian daerah
       Kabupaten Sintang merupakan salah satu kabupaten di Kalimantan Barat yang berbatasan secara geografis dengan negara bagian Serawak Malaysia. Umumnya desa-desa di sepanjang garis batas kabupaten Sintang ini masih sangat tertinggal. Kondisi ekonomi, pendidikan dan kesehatan masyarakat masih sangat rendah dan kondisi infrastruktur (jalan, penerangan, air bersih, telekomonikasi) sangat kurang serta aksesibilitas dari pusat pemerintahan kabupaten masih sangat sulit. Karena itu kajian mengenai potensi lahan yang dapat dimanfaatkan petani di kawasan perbatasan kabupaten Sintang sangat penting. mengkaji status pemanfaatan lahan di kawasan perbatasan kabupaten Sintang di tinjau dari aspek hukum, ekonomi, sosial dan budaya; dan melakukan identifikasi potensi pemanfaatan lahan untuk optimalisasi pertanian/perkebunan di wilayah perbatasan kabupaten Sintang. Kajian yang dilakukan dapat memberikan informasi dan gambaran mengenai kondisi pemanfaatan lahan yang telah ada serta pengembangan potensi pemanfaatan lahan, sehingga program pembangunan yang akan dilaksanakan benar-benar berpihak pada masyarakat, yaitu dengan memberikan perlindungan terhadap apa yang menjadi haknya dan sesuai dengan yang apa mereka butuhkan serta pada akhirnya mampu turut memperkuat perekonomian negara serta membantu mengamankan aset dan kekayaan negara di kawasan perbatasan.

B. Critical Review
  Berdasarkan studi kasus pada kawasan perbatasan Kabupaten Sintang Kalimantan Barat menunjukan bahwa delapan desa di Kabupaten Sintang yang berbatasan langsung dengan bagian Serawak Negara Malaysia tersebut memiliki permasalahan yang tidak jauh berbeda dengan daerah perbatasan pada umumnya yang dipandang sebagai daerah terbelakang atau tertinggal.
     Kondisi ekonomi, pendidikan, dan kesehatan masyarakat Kabupaten Sintang masih sangat rendah, hal ini terlihat dari tingkat pendidikan masyarakat yang sebagian besar adalah tamatan SD, serta mayoritas bermatapencaharian sebagai petani kebun, kondisi tersebut menunjukkan rendahnya kualitas Sumber Daya Masyarakat khususnya masyarakat desa perbatasan Kabupaten Sintang.
   Kondisi jaringan jalan di dalam wilayah desa-desa sepanjang wilayah perbatasan ini umumnya berupa jalan tanah yang hanya bisa dilewati oleh kendaraan roda dua, sedangkan untuk fasilitas air bersih, listrik, dan telekomunikasi tidak semua desa menikmati fasilitas tersebut. Minimnya infrastruktur di daerah perbatasan kabupaten Sintang menjukkan disparitas atau kesenjangan antara wilayah perbatasan dengan wilayah bukan perbatasan atau pusat kota. Padahal Sumber Daya Alam di Kabupaten Sintang cukup potensial untuk dikembangkan, namun jika tidak diimbangi dengan pembangunan daerah maka wilayah perbatasan akan terus menjadi daerah tertinggal.
   Selain permasalahan umum di wilayah perbatasan Kabupaten Sintang, terdapat permasalahan khusus terkait status lahan. Di mana status lahan yang boleh dimanfaatkan adalah lahan dengan fungsi kawasan Areal Penggunaan Lain (APL). Berdasarkan analisa overlapping sisa lahan diketahui bahwa lahan yang dimanfaatkan oleh masyarat perbatasan adalah lahan sisa untuk APL seluas 26.840 ha. Sedangkan berdasarkan overlapping kesesuaian lahan maka lahan sisa APL tersebut dapat dikembangkan dengan komoditas yang sesuai dengan kondisi geologi dan hidrologi di wilayah perbatasan tersebut, seperti tanaman karet, kelapa sawit, dan kakao.
    Kajian identifikasi status dan fungsi lahan ini diharapkan mampu memberikan pandangan bagi pemerintah deaerah untuk mengembangkan lahan-lahan tersebut sebagai lahan pertanian yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat guna meningkatkan perekonomian daerah sehingga tidak dipandang sebagai daerah tertinggal dan terbelakang.

C.Kesimpulan
    Daerah perbatasan merupakan salah satu kawasan khusus dan termasuk dalam kawasan strategis sehingga dalam penanganannya memerlukan pendekatan yang khusus pula. Berdasarkan permasalahan di daerah perbatasan maka perlu adanya perubahan pola pikir dalam pengelolaan perbatasan agar tidak terjadi kesenjangan antar wilayah yang bukan perbatasan, serta merubah paradigma pembangunan agar lebih terarah pada daerah perbatasan karena daerah perbatasan merupakan beranda untuk masuk ke Indonesia yang pada umumnya memiliki potensi sumber daya alam yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan perekonomian daerah.
    Seperti halnya pada daerah perbatasan di Kabupaten Sintang dimana berdasarkan kesesuaian lahan, lahan dapat dikembangkan sebagai lahan pertanian dan komoditas yang berpotensi untuk dikembangkankan adalah karet, kelapa sawit dan kakao, sehingga diharapakan Kabupaten Sintang mampu mengembangkan perekonomian daerah. Serta yang paling penting adalah peningkatan infrastruktur yang kurang memadai terutama aksesbilitas, untuk mendukung pengembangan kawasan perbatasan.

D.Referensi
Catatan Perkuliahan Kajian Daerah Perbatasan 2 Maret 2012
Departemen PU. 2009. Kajian Kebijakan Strategis Pengelolaan Terpadu Wilayah Perbatasan.
http://www.pu.go.id/2nd_index_produk.asp?site_id=01020100&noid=28
Hazriani, Rini. 2011. Identifkasi Status Dan Luas Lahan untuk Pengembangan Komoditas Pertanian di Kawasan Perbatasan Kabupaten Sintang. http://jurnal.untan.ac.id/index.php/perkebunan/article/download/30/23

COMPACT CITY”: SUATU KONSEP PENGEMBANGAN KOTA MASA DEPAN YANG BERKELANJUTAN

studi kasus: Kota London, Inggris


A. Latar Belakang

Perkembangan peradaban manusia dari waktu ke waktu telah membuat pembangunan berjalan secara cepat. Perkembangan ini tidak hanya meliputi aspek fisik saja, melainkan meliputi segala aspek termasuk sosial, ekonomi, budaya serta politik. Perkembangan zaman ini menuntut adanya keseimbangan ekosistem, alam dan lingkungan sehingga bisa tercipta keseimbangan dari semua aspek tersebut. Keseimbangan semua aspek pendukung kehidupan ini akan membuat peradaban kehidupan manusia yang berkembang seiring perkembangan zaman akan tetap berjalan dengan baik.

Perkembangan zaman yang terjadi dewasa ini tak dapat dipungkiri. Salah satu aspek perkembangan zaman dewasa ini ditandai dengan adanya perkembangan populasi kehidupan manusia. Perkembangan populasi manusia dewasa ini menyebabkan timbulnya berbagai masalah terkait aspek pendukung kehidupan. Perkembangan populasi manusia ini menyebabkan kebutuhan manusia untuk melangsungkan peradaban kehidupannya semakin meningkat. Populasi manusia yang terus bertambah menyebabkan kebutuhan manusia untuk melangsungkan kehidupannya juga terus meningkat.

Jumlah manusia yang terus bertambah menyebabkan kebutuhan manusia juga harus bertambah, tetapi pada kenyataannya sumber-sumber yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan manusia semakin berkurang. Sumber-sumber pemenuh kebutuhan ini meliputi sumber daya alam baik sumber daya alam yang dapat diperbaharui maupun sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui. Sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan manusia terus mengalami pengurangan secara kuantitas maupun kualitas. Penurunan kualitas maupun kuantitas sumber daya alam ini menyebabkan timbul berbagai permasalahan yang dihadapai oleh manusia dewasa ini, permasalahan tersebut, antara lain, kesehatan, kemiskinan, ekonomi, pendidikan, budaya, tata ruang sosial dan lingkungan. Permasalahan-permasalahan yang dihadapi manusia dewasa ini menyebabkan perlu adanya suatu inovasi untuk mengatasi dan atau meminimalkan masalah ini.

Tata ruang suatu kawasan atau kota, dewasa ini menjadi suatu permasalahan yang dihadapi manusia dan menjadi perhatian penting untuk diatasi. Permasalahan tata ruang terletak pada ketersediaan lahan yang semakin berkurang dan disaat bersamaan kebutuhan akan lahan untuk tempat tinggal dan beraktivitas semakin berkurang. Lahan yang semakin sempit serta kebutuhan akan lahan yang semakin bertambah menyebabkan permasalahan yang kompleks. Tata ruang kota atau pun tata ruang suatu wilayah perlu diterapkan suatu solusi yang efektif serta dapat mengatasi permasalahan tata ruang wilayah dan atau kota. Konsep compact city (kota padat/kompak) merupakan salah satu alternatif solutif untuk mengatasi permasalahan tata ruang wilayah dan atau kota. Kota kompak merupakan suatu konsep pengembangan yang memadatkan kota. Dari hal diatas penulis mencoba untuk menjelaskan konsep kota kompak (compact city ) dalam tulisan ini.

Rumusan masalah
Masalah yang akan dibahas dalam tulisan ini, antara lain:
1.Apa itu compact city dan bagaimana karakteristiknya?
2.Bagaimana keuntungan dan kerugian compact city ?
3.Bagaimana upaya implementasi konsep compact city pada kota-kota di Indonesia?

Tujuan
Tujuan dari tulisna ini, antara lain untuk mengetahui:
1.Konsep dan karakteristik compact city
2.Keuntungan dan kerugian compact city
3.Upaya implementasi konsep compact city

Manfaat
Dari tulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa
1.Civitas akademika
Dapat memberikan tambahan pengetahuan dan menciptakan suasana keilmiahan. Manfaat lain dari tulisan ini bagi civitas akademika antara lain memberi kontribusi pengetahuan bagi para civitas akademika sehingga akan tercipta konsep-konsep pengembangan kota yang lebih lanjut lagi.
2.Masyarakat
Dari tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi masyarakat secara umum antara lain dapat menjelaskan suatu permasalahan terutama terkait tata ruang kota dan suatu solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut.

B. Konsep Compact City

Kota-kota adalah area penting bagi berbagai aktivitas manusia dan mereka ini adalah konsumen terbesar dari sumber-sumber alam. Ada semacam konsensus yang berkembang bahwa pembangunan berkelanjutan (sustainable development) adalah sangat esensial bagi perkembangan kota-kota di masa depan (Fadel,2008). Karena aktivitas manusia dipercaya tidak akan dapat selamanya menggunakan dan mengambil sumber-sumber yang ada sekarang tanpa akan membahayakan kesempatan bagi generasi berikutnya.

Ide kota kompak pada awalnya adalah sebuah respon dari pembangunan kota acak (urban sprawl development), seperti ditunjukkan perbedaannya pada tabel


Jika dilihat dari table diatas, sangat mungkin ini adalah siklus berulang perkembangan kota dan tarik menarik kepentingan pada fungsi kota sejak 2 abad terakhir ini, silih berganti antara memusat dan menyebar (centrist dan de-centrist), seperti telah disinyalir oleh Breheny (1992). Pilihan kompak atau tidak kompak dalam menjawab masalah keberlanjutan dalam sebuah “organisme” kota sebenarnya sangat bergantung pada kecenderungan, perilaku, kapasitas, fleksibiltas, dan tentunya kebijakan dalam sebuah kota. Yang kiranya cukup penting adalah optimalisasi tingkat kekompakan kota (city compactness level) dalam menjawab tantangan ini (Roychansyah, 2006).

Definisi compact city menurut Burton (2000) dalam tulisannya menekankan pada dimensi ‘kepadatan yang tinggi’. Kepadatan yang tinggi dimaksudkan untuk mengurangi tingkat penggunaan lahan yang tidak efektif. Penggunaan lahan yang terlalu berlebihan menyebabkan banyaknya lahan yang dikuasai tetapi tidak dimanfaatkan secara optimal, hal ini menyebabkan luas lahan yang ada semakin berkurang. Konsep compact city menekankan pada penggunaan lahan yang efektif melalui pemadatan kota atau pun suatu kawasan aktivitas tertentu. Pemadatan kota ini bertujuan untuk menghemat penggunaan lahan yang semakin menipis. Pemadatan kota dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya dengan melakukan vertical growth yang mana menghemat penggunaan lahan. Perumahan-perumahan dan gedung-gedung perkantoran dapat di bangun dalam satu atau beberapa bangunan yang tumbuh vertical ke atas. Konsep ini juga menggabungkan dengan konsep mixused. Compact city merupakan konsep pengembangan kota dengan menghemat penggunaan lahan yang ada serta mengefektikan guna lahannya. Dalam konsep pengembangan kota yang kompak juga dapat dimasukkan dalam konsep penataan ruang lainnya seperti vertical growth dan mixused buldings. Compact city memberikan suatu alternatif untuk mengatasi kekurangan lahan yang terjadi dewasa ini di kawasan-kawasan perkotaan.

Pendekatan compact city adalah meningkatkan kawasan terbangun dan kepadatan penduduk permukiman, mengintensifkan aktivitas ekonomi, sosial dan budaya perkotaan, dan memanipulasi ukuran kota, bentuk dan struktur perkotaan serta sistem permukiman dalam rangka mencapai manfaat keberlanjutan lingkungan, sosial, dan global, yang diperoleh dari pemusatan fungsi-fungsi perkotaan (Jenks, 2000). Konsep pendekatan compact city yang dikemukakan oleh Jenks ini dapat diartikan sebagai suatu konsep pembangunan kota secara komprehensif untuk mencapai kota yang kompak/padat serta efektif dalam penggunaan lahan yang tersedia. Berdasarkan pada penjelasan diatas upaya pendekatan untuk mencapai kota yang kompak dapat dilakukan dengan meningkatkan pembangunan pada beberapa aspek yang berpengaruh terhadap tata ruang dan kehidupan manusia. Peningkatan pembangunan tersebut antara lain dapat mewujudkan konsep compact city. Upaya-upaya untuk mencapai kota yang kompak antara lain, meliputi:

a. Peningkatan kawasan terbangun
Peningkatan kawasan terbangun bertujuan untuk memadatkan kota dengan kawasan-kawasan terbangun, sehingga penggunaan lahan di kota atau pun di suatu wilayah lebih efisien. Kawasan perkotaan lebih diprioritaskan untuk dipadatkan dengan bangunan-bangunan yang mempunyai berbagai macam fungsi dan tujuan, tetapi tetap memperhatikan aspek-aspek keserasian lingkungan.
b. Intensifikasi aktivitas ekonomi
Intensifikasi aktifitas ekonomi ini termasuk di dalamnya adalah intensifikasi pusat-pusat kegiatan penggerak kegiatan perekonomian. Intensifikasi aktivitas ekonomi ini dimaksudkan untuk menunjang kebutuhan masyarakat yang tinggal memadat di sekitar kawasan perkotaan. Intensifikasai aktivitas ekonomi bertujuan agar meminimalkan angka pergerakan masyarakat agar tidak jauh dari pusat kota atau pergerakan yang dilakukan masih dalam lingkup kawasan perkotaan. Intensifikasi aktivitas ekonomi juga bertujuan untuk memfasilitasi masyarakat pada kawasan tersebut agar mudah menjangkau pusat-pusat kegiatan ekonomi.
c. Intensifikasi kegiatan sosial dan budaya
Kegiatan sosial budaya tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat sehari-hari. Intensifikasi masyarakat ini bertujuan agar masyarakat kota tidak kehilangan pola kehidupan sosial yang menjadi ciri dasar dari manusia. Dalam konteks masyarakat, manusia tidak dapat hidup sendiri. Sebagai makhluk sosial manusia selalu membutuhkan mausia yang lainnya. Intensifikasi budaya bertujuan untuk menjaga dan melestarikan unsur-unsur kebudayaan masyarakat, sehingga budaya-budaya masyarakat tetap terjaga.
d. Manipulasi ukuran, bentuk dan struktur kota
Ukuran, bentuk dan struktur kota mempunyai peran penting dalam upaya membangun suatu kota. Ciri fisik dari suatu kota atau pun kawasan dapat tercerminkan dari ukuran, bentuk dan struktur kota tersebut. Ketiga unsur pembentuk fisik kota ini saling berpengaruh antar satu dengan yang lainnya. Untuk menjamin keefektifan penggunaan lahan yang baik perlu diadakannya suatu perubahan dengan menyesuaikan (manipulasi) unsur-unsur pembentuk fisik kota, antara lain ukuran, bentuk dan struktur kota. Manipulasi bentuk, ukuran serta struktur kota ini bertujuan agar dapat memberikan keefektifan penggunaan lahan di perkotaan.
e. Sistem permukiman yang padat
Sistem permukiman yang padat dimaksudkan agar memusatkan kegiatan masyarakat kota ataupun masyarakat di suatu kawasan tertentu. Sistem permukiman yang padat bukan berarti permukiman yang padat, kumuh dan tidak layak huni, seperti yang dewasa ini ditemui di kota-kota besar. Sistem permukiman yang padat ini tetap memperhatikan aspek-aspek kenyamanan, lingkungan serta keamanan tempat tinggal.
f. Pemusatan fungsi-fungsi perkotaan
Fungsi-fungsi kota meliputi fasilitas, fasilitas penunjang kehidupan masyarakat di suatu kota atau pun di suatu kawasan. Fasilitas-fasilitas tersebut antara lain halte, restoran, rumah sakit dan tempat ibadah. Pemusatan fasilitas-fasilitas penunjang fungsi kota ini bertujuan agar masyarakat mudah menjangkau fasilitas-fasilitas ini, sehingga pola pergerakan masyarakat akan berputar di sekitar kawasan pusat kota.

Saat ini dalam berbagai diskusi tentang pola-pola ruang dan bentuk kota yang berkelanjutan, Kota Kompak (compact city ) tampaknya telah menjadi isu paling penting dalam upaya mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan (Suistainable Development). Perhatian besar saat ini telah memfokuskan pada hubungan antara bentuk kota dan keberlanjutan. Bentuk dan kepadatan kota-kota dapat berimplikasi pada masa depan. Bentuk dan kepadatan kota akan terus berkembang dan berpotensi menjadi masalah besar jika tidak diarahkan pada pembangunan yang berkelanjutan. Kota-kota di dunia saat ini mulai mengalami keresahan akibat pertumbuhan kota yang semakin berkembang dan membutuhkan lahan yang semakin luas. Hal ini berkontradiksi dengan ketersediaan lahan yang semakin berkurang baik secara kuantitas maupun kualitas. Permasalahan lahan yang semakin menipis dan pertumbuhan kota yang semakin berkembang pesat memerlukan suatu konsep yang dapat memadukan kedua hal tersebut serta dapat berlanjut dari waktu ke waktu. Keberlanjutan pembangunan secara langsung berintegrasi dengan lingkungan, ekonomi, dan sosial. Diagram berikut menunjukkan bagaimana integrasi dari nilai lingkungan, nilai ekonomi, dan nilai social menghasilkan kehidupan yang sejahtera bagi manusia. Dalam aplikasi pembangunan berkelanjutan, 3 elemen tersebut harus berjalan simultan. Ketimpangan pembangunan akan terjadi apabila perkembangan aspek yang satu lebih tinggi dari aspek yang lain.
Perhatian besar saat ini telah berfokus pada hubungan antara bentuk kota dan keberlanjutan (sustainability). Dalam berbagai diskusi tentang pola-pola ruang dan bentuk kota yang berkelanjutan, satu isu yang diperkenalkan oleh Dantzig da Saaty adalah kota yang kompak (compact city ). Argumen-argumen yang kuat sedang dimunculkan bahwa Kota Kompak adalah bentuk kota yang dianggap paling berkelanjutan. Inilah yang diungkapkan oleh Mike Jenks, Elizabeth Burton dan Katie Williams (1996) dalam buku yang berjudul Compact city : A Sustainable Urban Form?. Kota kompak mempunyai desain yang dapat mengefisienkan pola pemanfaatan lahan. Pengefektifan penggunaal lahan akan dapat menghemat penggunaan lahan yang semakin berkurang secara kualitas maupun kuantitas. Ciri kota kompak menurut Dantzig da Saaty (1978) paling tidak dapat dilihat dari 3 aspek yaitu bentuk ruang, karakteristik ruang, dan fungsinya.

C. Keuntungan dan Kerugian Compact City

Menurut Muhammad Sani Roychansyah, 2006, meskipun ide dasar kota kompak ini telah menjadi sebuah model terpopuler untuk mewujudkan sebuah kota berkelanjutan dewasa ini dan berbagai upaya penerapan modelnya tengah banyak diujicobakan, di sini perlu pula disebutkan dampak negatif yang mungkin ditimbulkannya. Selain keuntungan yang telah banyak disinggung, penerapan sebuah kota kompak secara alami juga mampu mengakibatkan beberapa kerugian, seperti: bertambah mahalnya lahan di dalam kota, kekhawatiran kualitas hidup yang berkurang dengan adanya upaya menaikkan kepadatan penduduk dalam kota, serta kemungkinan tergusurnya penduduk yang mempunyai akses lemah, termasuk orang berusia lanjut dan para miskin. Dengan kebijakan yang tepat dan berasas pada keadilan bagi semua warga kota, akses merugikan tersebut tentu dapat diminimalisasi.

Konsep compact city merupakan suatu konsep pengembangan kota yang berkelanjutan. Compact city berupaya untuk mengefektifkan penggunaan lahan, sehingga dapat mengatasi permasalahan kekurangan lahan dan penggunaan lahan yang tidak efektif. Dari tabel diatas terlihat bahwa compact city tidak hanya terfokus pada aspek fisik saja, tetapi konsep pengembangan kota secara compact city juga memperhatikan aspek-aspek non fisik, seperti ekonomi, sosial dan kependudukan. Pada aspek sosial konsep compact city design dapat meningkatkan interaksi sosial, serta penurunan tingkat kesenjangan sosial. Hal ini merupakan suatu wujud pembangunan secara intern. Pembangunan secara intern bertujuan untuk membangun kota dari dalam bukan saja pembangunan dari luar. Aspek-aspek yang dibangun dari dalam mencakup pembangunan masyarakat, karena masyarakat merupakan faktor internal dari suatu kota.
Keunggulan compact city pada sektor ekonomi dapat meningkatkan pendapatan, serta dengan adanya konsep pengembangan kota kompak ini masyarakat dapat menjangkau fasilitas-fasilitas penunjang ekonomi lebih dekat dari tempat tinggal masyarakat tersebut. Fasilitas-fasilitas penunjang ekonomi yang dekat dengan tempat tinggal masyarakat ini akan membuat arus pergerakan masyarakat menjadi berkurang. Konsep kota kompak ini juga akan mengurangi waktu perjalanan dan biaya perjalanan, karena fasilitas penunjang perekonomian masyarakat didesain untuk dekat dengan kawasan permukiman.
Munawir (2009) juga menjelaskan mengenai keunggulan kota kompak, yakni dalam konsep compact city design terdapat suatu unsur perencanaan ”urban Containment”. Perencanaan “urban containment” yakni menyediakan suatu konsentrasi dari penggunaan campuran secara sosial berkelanjutan (socially sustainable mixed use), mengkonsentrasikan pembangunan-pembangunan dan mereduksi kebutuhan jalan hingga mereduksi emisi kendaraan-kendaraan. Oleh karena itu promosi penggunaan Public Transport (transportasi public/masal), kenyamanan berlalu lintas, berjalan kaki dan bersepeda (Elkin et.al.,1991,Newman,1994). Compact city design juga dapat mereduksi tingkat polusi udara, sehingga kota yang kompak tidak hanya dapat menjamin keberlanjutan kehidupan manusia secara ekonomi, sosial, serta kebudayaan tetapi konsep kota kompak juga memberikan keuntungan bagi aspek lingkungan. Konsep pengembangan kota kompak memberikan suatu solusi untuk mengatasi permasalahan lingkungan dan transportasi, seperti mengurangi tingkat polusi udara oleh emisi gas buangan kendaraan-kendaraan bermotor. Konsep kota kompak dapat memberikan suatu kontribusi baru untuk bidang pembangunan kota dan transportasi masal saat ini. Kota kompak mempunyai konsep pengembangan yang ramah lingkungan.
Lebih lanjut Munawir (2009) menjelaskan bahwa melalui perencanaan efisiensi penggunaan jalan, yang dikombinasikan dengan skema daya listrik dan pemanasan, dan bangunan hemat energi juga dapat mereduksi emisi-emisi polutan yang beracun. Kepadatan tinggi dapat membantu membuat persediaan amenities (fasilitas-fasilitas) dan yang secara ekonomis viable, serta mempertinggi keberlanjutan social (Houghton and Hunter, 1994). Kepadatan yang tinggi secara tidak langsung memberikan kontribusi bagi pengguna jalan terutama para pedestrian, karena para pejalan kaki tidak perlu berjalan jauh untuk menjangkau pusat-pusat kegiatan perekonomian tersebut.

D. Compact City Design
Kota kompak dapat berarti sebuah kota yang padat dengan pemusatan semua aktivitas serta fasilitas penunjang kehidupan di kota, sehingga jarak jangkauan untuk menuju ke pusat-pusat kegiatan tersebut relatif dekat. Pusat-pusat kegiatan ekonomi, sosial, budaya, politik serta agama terletak dekat dengan pemukiman masyarakat kota sehingga, masyarakat lebih muda untuk mencapainya. Hal ini dimaksudkan agar dapat mengurangi waktu dan biaya perjalanan untuk mencapai suatu pusat kegiatan. Kota kompak juga memadukan aspek pembangunan fisik dan non fisik. Dalam design kota kompak terdapat beberapa aspek penunjang kehidupan yang tercakup di dalamnya, seperti ekonomi, sosial, politik serta budaya. Dalam design kota kompak juga terdapat aspek lingkungan dan keberlanjutan transportasi, seperti dalam konsep pengembangannya kota kompak mendesign pusat-pusat kegiatan yang dekat dan mudah dijangkau oleh masyarakat kota, sehingga pusat-pusat kegiatan tersebut bisa dijangkau dengan berjalan kaki. Hal ini dapat mengurangi angka ketergantungan terhadap kendaraaan bermotor. Penggunaan kendaraan bermotor yang semakin berkurang akan mengurangi tingkat polusi udara yang dihasilkan oleh emisi gas buangan dari kendaraan bermotor.

Roychansyah (2006) menjelaskan bahwa ada beberapa aspek yang harus dipersiapkan dalam mendesign suatu kota kompak. Aspek–aspek ini meliputi aspek pembangunan fisik maupun non fisik. Aspek-aspek tersebut antara lain:
a. Penaikan densitas penduduk
Penaikan densitas atau kepadatan penduduk dimaksudkan agar memusatkan pola permukiman masyarakat agar terpusat di kota. Hal ini juga merupakan suatu ciri utama dari kota yang kompak dimana memiliki kepadatan penduduk yang berpusat di kota. Kepadatan penduduk diupayakan agar tersebar merata di kawasan kota sehingga tidak terjadi kesenjangan antar wilayah kota yang berbeda kepadatan penduduknya. Hal ini juga ditujukan agar pembangunan yang akan dilakukan nantinya dapat berjalan secara merata di seluruh wilayah kota
b. Pengkonsentrasian kegiatan
Pengkonsentrasian kegiatan masyarakat mempunyai tujuan agar dapat mempermudah akses bagi masyarakat untuk berkegiatan sehari-hari. Pusat-pusat kegiatan ini dirancang agar dekat dengan permukiman masyarakat sehingga dapat mengurangi biaya dan waktu tempuh perjalanan masyarakat untuk mencapai pusat-pusat kegiatan tersebut.
c. Intensifikasi transportasi umum
Intensifikasi transportasi umum merupakan ciri khusus dari konsep design compact city agar konsep ini dapat memberikan pelayanan secara maksimal bagi masyarakat kota yang ingin bepergian. Untuk menunjang aktivitas masyarakat kota yang semakin meningkat diperlukan adanya suatu penyelarasan dan penggabungan sistem transportasi sehingga dapat memberikan keamanan dan kenyamanan bagi para pengguna jasa transportasi. Konsep kota yang kompak/padat dapat mengurangi tingkat polusi udara akibat emisi gas buangan kendaraan bermotor karena jarak tempuh kendaraan relatif pendek.
d. Pertimbangan skala dan akses kota
Pertimbangan skala kota disesuaikan dengan kepadatan penduduk dan luas lahan yang ada. Skala kota berkaitan dengan ukuran kota. Ukuran kota ini harus dapat menampung jumlah masyarakat yang ada di kota tersebut dan dapat menjamin keamanan dan kenyamanan bagi aktivitas masyarakat kota. Akses kota merupakan hal terpenting untuk menjamin kelancaran aktivitas masyarakat kota. Akses ini dapat berupa jalan, rel kereta api dan jalur untuk pejalan kaki (pedestrian). Akses kota yang baik akan dapat memberikan kenyamanan bagi masyarakat kota.
e. Kesejahteraan sosial dan ekonomi
Design kota kompak tidak hanya memperhatikan aspek fisik saja tetapi mencakup aspek non fisik seperti sosial dan ekonomi. Masyarakat kota dapat hidup nyaman di kota jika terjamin kesejahteraan sosial dan ekonominya. Kota juga harus dapat memberikan jaminan untuk meningkatkan faktor sosial dan ekonomi masyarakat kota.


Studi kasus
E.“Urban Renaissance” di Inggris


Di bawah program berjuluk “Urban Renaissance” atau pembangunan kembali kota, Pemerintah Inggris menitikberatkan ide kota kompak sebagai bagian ide dasar kebijakan yang ditempuh di dalamnya [10]. Ini berlaku aktif sejak awal tahun 1990-an, hampir berbarengan dengan program sejenis di Belanda. Pada tahun 1998, sebuah Urban Task Force di bawah arsitek terkenal, Richard Rogers, dibentuk untuk lebih mengkonsepkan beberapa strategi di dalamnya dan mensosialisasikannya secara nasional. Hasilnya diharapkan dapat terlihat 25 sampai 30 tahun kemudian. Program ini dilatarbelakangi oleh masalah depopulasi yang dikhawatirkan jika terus berlanjut akan membawa kolapnya kota-kota di Inggris.

Visi dasar dari program ini yaitu memberdayakan komunitas local (local community based program) yang mampu membangun komunitasnya secara atraktif (attractive community) dalam sebuah lingkungan yang terjaga dan berkelanjutan (well kept sustainable way) dan memiliki layanan lingkungan yang baik (good quality service) dengan seluruh potensi yang dimilki untuk kesejahteraan bersama (prosperity sharing). Ini juga salah satu strategi untuk menarik penduduk untuk kembali tinggal di dalam kota. Dalam konsep tata ruangnya, seperti diilustrasikan dalam Gambar 3, visi dalam sebuah komunitas lokal ini juga secara integral ditransformasikan ke dalam cakupan kota.
Dari konsep pengembangan kota kompak yang sudah diterapkan di Inggris ini, terlihat bahwa konsep pengembangan kota kompak di Inggris menitikberatkan pada:
a. Pemberdayaan masyarakat
  Dalam upaya meningkatkan partisipasi masyarakat kota dan mewujudkan kota yang kompak di Inggris diterapkan konsep pengembangan yang dapat meningkatkan partisipasi masyarakat kota
b. Penarikan masyarakat ke kota
    Masyarakat di Inggris umumnya memilih tinggal di luar atau pinggiran kota, sehingga konsep kota kompak yang diterapkan ini berusaha untuk menarik masyarakat untuk tinggal di tengah kota melalui pendirian fasilitas-fasilitas penunjang kehidupan serta pusat-pusat kegiatan masyarakat yang ada di kota.
c. Pelayanan masyarakat
   Pelayanan masyarakat bertujuan untuk meningkatkan kenyamanan masyarakat tyang tinggal di kota.
d. Pengontrolan aktivitas masyarakat
   Aktivitas masyarakat tetap dikontrol agar tetap membuat suasana yang kondusif di masyarakat.

F. Upaya implementasi konsep Compact city Design di Indonesia

Kota-kota di Indonesia masih jauh dari konsep pembangunan yag berkalnjutan. Hal ini terlihat dari permasalahan-permasalahan kota yang ada di Indonesia, antara lain:
a. Kebijakan yang masih berjangka waktu relatif dekat
b. Kurang berorientasi pada masyarakat
c. Pembangunan yang tidak merata
d. Masih adanya daerah atau kota tertinggal
e. Kebijakan pemerintah pusat dan daerah yang kadang-kadang tidak sesuai
f. Pembangunan belum dapat meningkatkan partisipasi masyarakat
g. Pembangunan yang masih hanya berorientasi pada pembangunan fisik dan ekonomi
h. Pembangunan yang tidak ramah lingkungan
i. Kesadaran dari masyarakat yang belum ada untuk membangun secara berlanjut

Untuk mengatasi permasalahan-permasalahan di atas, sehingga dapat mewujudkan konsep pembangunan yang berkelanjutan melalui compact city design, maka perlu dilakukan upaya-upaya, yang meliputi:
1.Intensifikasi ekonomi, sosial dan budaya
   Intensifikasi sosial ekonomi dan budaya bertujuan untuk meningkatkan pembangunan non fisik serta menjaga kestabilan ekonomi masyarakat. Hal ini juga dapat memberikan kenyamanan secara sosial dan budaya bagi kehidupan masyarakat.
2.Pembangunan yang berorientasi pada masyarakat
  Pembangunan yang dilakukan haruslah menjadikan masyarakat sebagai subjek maupun objek pembangunan. Masyarakat harus didorong agar lebih pro aktif dalam berpartisipasi untuk meningkatkan kemajuan kehidupannya.
3.Intensifikasi sistem transportasi
  Intensifikasi transportasi bertujuan untuk memberikan keamanan dan kenyamanan bagi para pengguna jasa transportasi, sehingga masyarakat lebih mudah untuk menjangkau pusat-pusat kegiatan yang ada di kota.
4.Perbaikan sarana dan prasarana kota
  Perbaikan sarana dan prasarana merupakan suatu usaha untuk meningkatkan kembali pembangunan fisik suatu kota. Perbaikan ini diharapkan mampu memaksimalkan peran serta fungsi dari sarana dan prasarana kota tersebut. Hal ini akan mendorong agar kota berfungsi secara maksimal dalam memberikan pelayanan terhadap masyarakat.
5.Pertimbangan aspek keseimbangan lingkungan
  Dalam suatu pembangunan hal terpenting yang harus diperhatikan adalah aspek alam dan lingkungan. Pembangunan harus mampu menyelaraskan dengan alam serta dapat menjaga keasrian alam.

G. Tantangan ke Depan Kota Kompak di Indonesia

Berdasar analisis Jenks dan Burgess, ide kota kompak masih jauh penerapannya pada negara-negara berkembang, dikarenakan mereka masih menghadapi masalah lebih serius pada pemenuhan kebutuhan dasar hidup dan lapangan pekerjaan mereka dibanding prioritas perujudan pembangunan berkelanjutan. Hampir semua masalah yang terjadi di banyak negara berkembang ini berpangkal pada performa ekonomi mereka yang lebih rendah dari pada negara maju pada umumnya. Seperti di Kalkuta, India atau Dhaka, Bangladesh, dari segi kepadatan penduduk dan penggunaan transportasi tak bermotor sehari-hari sebenarnya telah memenuhi syarat pembangunan berkelanjutan. Namun, hal ini bukan merupakan hasil penerapan sebuah kebijakan, tapi lebih diakibatkan masalah ekonomi seperti rendahnya pendapatan per kapita mereka.

Meskipun demikian, beberapa inovasi pemerintah lokal seperti yang terjadi di Bangkok dan Hongkong, serta banyak negara di Amerika Latin untuk membangun kotanya sejalan dengan isu terhangat ini menjadi catatan tersendiri bahwa kebijakan ini pun bisa secara positif memacu timbulnya peningkatan performa ekonomi di wilayah-wilayah itu. Diskusi dan pengangkatan tema pembangunan berwawasan lingkungan ini sebenarnya sedikit banyak telah tampak di beberapa kota di Indonesia, meskipun masih jauh dari ideal, terutama pada tataran implementasi yang bersungguh-sungguh. Apalagi, pembangunan yang sebenarnya bertujuan memberi manfaat bagi peningkatan taraf hidup masyarakat kota ini, masih saja sering menjadikan rakyat kecil sebagai pihak terakhir yang mengenyam manfaatnya, kalau pun tidak boleh disebut sebagai korban atau pun tumbal pembangunan.

Dari sini terlihat bahwa kota-kota di Indonesia masih jauh dalam mengantisipasi pembangunan berkelanjutan. Konsep ini seharusnya lah segera direspon dan dituangkan secara integral dan terpadu pada semacam cetak biru pembangunan (tata ruang) kota. Tentunya cara pandang terhadap pembangunan perkotaan dan tata ruang untuk saat ini juga perlu diubah sesuai fenomena global ini. Selain itu, parameter keberhasilan harus secara tegas ditentukan untuk mempercepat pencapaian target dan kesungguhan bertindak (political will), seperti: penurunan jumlah kendaraan pribadi dalam satuan waktu, penurunan konversi lahan hijau ke area perumahan per satuan waktu, peningkatan pembangunan rumah susun atau peningkatan peremajaan kampung per satuan waktu, dan sebagainya. Hal ini tentu harus diikuti pula oleh penegakan hukum yang kuat dari aparat yang berwenang. Tanpa ini, pembangunan apa pun hanya akan dirasakan oleh kalangan yang bisa memanfaatkan lemahnya aturan dan penerapan hukum.

Selanjutnya yang perlu menjadi perhatian adalah pemasyarakatan budaya hidup vertikal (vertical living culture) kepada masyarakat. Adanya anggapan bahwa kurang berartinya hidup di rumah susun, apartemen, atau karena tidak terdapat kepemilikan tanah di dalamnya, perlu segera dikikis. Masyarakat lemah akses, seperti para manula dan para miskin juga harus mendapat prioritas bagi keberlangsungan hidup mereka secara lebih baik di tengah-tengah kota. Sistem pembiayaan pembangunan yang berbeda berdasar kemampuan masyarakat perlu menjadi prioritas pemikiran sebelum bertindak.

H.Kesimpulan
1.Compact city adalah meningkatkan kawasan terbangun dan kepadatan penduduk permukiman, mengintensifkan aktivitas ekonomi, sosial dan budaya perkotaan, dan memanipulasi ukuran kota, bentuk dan struktur perkotaan serta sistem permukiman dalam rangka mencapai manfaat keberlanjutan lingkungan, sosial, dan global, yang diperoleh dari pemusatan fungsi-fungsi perkotaan (Jenks, 2000). konsep compact city menekankan pada:
•Peningkatan kawasan terbangun
•Intensifikasi aktivitas ekonomi
•Intensifikasi kegiatan sosial dan budaya
•Manipulasi ukuran, bentuk dan struktur kota
•Sistem permukiman yang padat
•Pemusatan fungsi-fungsi perkotaan

2.Keunggulan Compact city , maliputi:
•Aglomerasi ekonomi
•Penyediaan fasilitas dan infrastruktur kota efisien
•Pendistribusian servis dan barang lebih merata, gaya dan budaya hidup semakin variatif
•Transportasi umum yang lebih baik
•Interaksi sosial meningkat
•Pengurangan jarak bepergian, servis dan fasilitas yang lebih mudah
•Penurunan perbedaan kelas/sosial
•Vitalitas sosial-ekonomi naik
3.upaya implementasi konsep Compact City di Indonesia dapat dilakukan dengan:
•Intensifikasi ekonomi, sosial dan budaya
•Pembangunan yang berorientasi pada masyarakat
•Perbaikan sarana dan prasarana kota
•Intensifikasi sistem trnasportasi
•Pertimbangan aspek keseimbangan lingkungan

Daftar Pustaka
Dina, 2008. http://dinaonline.net46.net/Perencanaan%20Kompak.htm diakses pada 20 april 20011.
De Roo, G. and Miller, D. (2000) . Compact City and Sustainable Urban Development (http://kota-humanis.blogspot.com/2005/11/krisis-energi-dan perencanaan-kota.html diakses pada 25 april 2011
Fadel, 2009. http://fadelplano.blogspot.com/2009/05/sustainable-compact-city-sebagai.html. diakses pada 25 april 2011
Fahlan, 2008.http://fahlan.blogspot.com/perkembangan-ilmu-perencanaan-kota.html. diakses pada 25 april 2011
Jenks, M.; Burgess, R., eds. (2000). Compact Cities: Sustainable Urban Forms for Developing Countries. E & FN Spon : London. (http://kota-humanis.blogspot.com/2005/11/krisis-energi-dan-perencanaan-kota.html diakses pada 25 april 2011
Roychansyah, Muhammad Sani. 2006. http://io.ppijepang.org/v2/index.php?option=com_k2&view=item&id=194:paradigma-kota-kompak-solusi-masa-depan-tata-ruang-kota?diakses pada 17 april 2011
Ridlo Munawir, 2009.http://ridlomunawir.wordpress.com/2009/09/01/konsep-kota-kompak/. Diakses pada 25 april 2011
Sani, 2006. http://saniroy.wordpress.com/2006/06/05/paradigma-kota-kompak diakses pada 20 april 2006
http://www.beritaiptek.com/zberita-beritaiptek-2005-08-08-Krisis-Energi-dan Perencanaan-Kota-Kompak.html
http://staffsite.gunadarma.ac.idy